BAB II
ISI
A.
Prinsip-prinsip inovasi untuk pengembangan nilai-nilai agama
anak TK
Inovasi pendekatan pembelajaran termasuk dalam
mengembangkan nilai-nilai agama anak di taman kanak-kanak, antara lain:
pengalaman belajar, belajar aktif, belajar proses. Upaya yang dapat dilakukan
olehorang tua dan guru berkaitan erat denganpembentukan prilaku manusia,sikap,
dan keyakinaan. Oleh sebab itu, di perlukan berbagai inovasi pengembangan yang
komprehensifsesuai dengan perkembangan dan kemampuananak didik.
a.
Substansi pengembangan inovatif
Pengembangan nilai-nilai agama di Taman Kanak-kanak
berkaitan erat dengan pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinan. Oleh
sebab itu, diperlukan berbagai inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai
dengan perkembangan dan kemampuan anak didik. Adapun yang melatar belakangi
esensi inovasi dalam bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai
kendala dan kelemahan serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan
penyelenggara pendidikan di Taman Kanak-kanak. Untuk melaksanakan program
pembelajaran nilai-nilai agama tersebut guru harus mempelajari berbagai
pendekatan
Ada
beberapa inovasi dalam pendekatan pembelajaran, termasuk dalam mengembangkan
nilai-nilai agama bagi anak TK , Inovasi yang dimaksud adalah :
a.
Pengalaman belajar
Pengalaman
belajar tidak sama dengan penguasaan materi pelajaran , belajar timbul jika
anak terlibat aktif dalam kegiatan belajar.
b.
Belajar
aktif
Anak perlu diberi peluang dan kesempatan
untuk merasakan mnfaat dari pengalaman belajar.
c.
Belajar Proses (M Ansyar : 1993)
Kegiatan ini bias ditampilkan ,elalui
ketrampilan proses seperti anak melakukan pengamatan, menghitung,
mengelompokkan dan mengkomunikasikan secara verbal atas apa yang diamati.
b. Esensi pendekatan
dan pengembangan inovatif
Taman Kanak-kanak merupakan
lembaga pendidikan yang pertama, yang keberadaannya sangat strategis untuk
menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-anak, agar mereka menjadi orang-orang
yang kuat, terbiasa, dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan
kepadanya.
Pendidikan nilai-nilai
keagamaan merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan
jika hal itu telah tertanam serta terpatri dalam setiap insan sejak dini, hal
ini merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani jenjang
pendidikan selanjutnya.
Bangsa ini sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai keagamaan ini pun
dikehendaki agar dapat menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka
melaksanakan sila-sila pertama dan sila berikutnya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan yang
merupakan kunci dalam membentuk kehidupan manusia ke arah peradabannya menjadi
sesuatu yang sangat strategis dalam mencapai tujuan itu semua.
Peran
orangrua dan guru adalah mengupayakan untuk mengembangkan cinta belajar pada
anak, upaya yang dilakukan daam bentuk :
c.
Kasih sayang,
perlindungan dan perawatan
d.
Waktu
yang diberikan kepada anak
e.
Lingkungan belajar yang positif
f.
Belajar
bersikap adalah belajar bernilai
g.
Belajar moral diusia dini
a.
Prinsip developmentalliy appropriate practice(
DAP)
Kelima
upaya diatas didasarkan pada prinsip DAP. DAP adalah pengambilan keputusan
secara professional tentang pengakuan keberadaan anak dan pendidikannya
didasarkan atas pengetahuan tentang perkembangan dan belajar anak.
Yang
perlu kita perhatikan dalam melakukan pendekatan pembelajaran dalam
pengembangan adalah
a.
Sesuai
dengan perkembangan anak
b.
Sesuai
dengan minat
c.
Sesuai dengan kemampuan anak
d.
Sesuai dengan kebutuhan anak dengan
lingkungannya
b.
Prinsip enjoyable
Yang
perlu diperhatikan dalam melakukan inovasi pendekatan dan pengembangan nilai
nilai agama adalah sbb:
a.
Berorientasi pada kebutuhan anak
b.
Belajar melalui bermain
c.
Kreatif inovatif
d.
Lingkungan
kondusif
e.
Menggunakan pembelajaran terpadu
f.
Mengembangkan ketrampilan hidup
g.
Menggunakan berbagai media dan sumber
belajar
h.
Pembelajaran yang berorientasi pada
prinsip perkembangan anak
Ciri-ciri
pembelajaran ini adalah :
a.
Anak belajar sebaik-baiknya dengan rasa aman
dan nyaman
b.
Siklus belajar anak selalu berulang
c.
Anak belajar mealui interaksi social
d.
Minat anak dan keinginannya memotivasi
belajarnya
e.
Perkembangan anak dan belajar anak harus
memperhatikan perbedaan individual
f.
Anak belajar dari
cara yang sederhana ke yang rumit
g.
Simulasi terpadu
B.
Macam-macam pendekatan pengembangan nilai-nilai
agama moral dan agama
a.
Pengertian pendekatan pengembangan nilai-nilai
moral dan agama bagi AUD
Hakikat Pendekatan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia pendekatan memiliki arti sebagai proses,
perbuatan atau cara untuk mendekati suatu aktifitastertentu, sedangkan menurut
Kamus Bahasa Inggris arti pendekatanadalah jalan untuk melakukan sesuatu.Dengan kedua arti tersebut, maka dapat dipahami
pendekatan memiliki ciri-ciri kegiatan sebagai berikut:
a. Proses berjalannya sesuatu
b. Upaya untuk mencapai sesuatu
c. Sebuah jalan untuk melakukan sesuatuPendekatan memiliki kriteria yang tidak
bersifat asal-asalan, satupendekatan mungkin cocok dipergunakan untuk kalangan
tertentu,namun belum tentu sesuai untuk kalangan yang lain.
Dalam
pelaksanaan penanaman nilai moral pada anak usia dini banyak sekali metode
atau pendekatan yang dapat digunakan oleh guru atau pendidik. Namun sebelum
memilih dan menerapkan metode dan pendekatan yang ada perlu diketahui bahwa
guru atau pendidik harus memahami benar metode atau pendekatan yang akan
dipakai, karena ini akan berpengaruh terhadap optimal tidaknya keberhasilan
penanaman nilai moral tersebut. Metode dalam penanaman nilai moral kepada anak
usia dini sangatlah bervariasi, diantaranya bercerita, bernyanyi, bersajak dan
karya wisata.
a.
Bercerita
Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.12). Dalam cerita atau
dongeng dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial,
nilai budaya, dan sebagainya. Kita mungkin masih ingat pada masa kecil dulu
tidak segan-segannya orang tua selalu mengantarkan tidur anak-anaknya dengan
cerita atau dongeng.Tidaklah mudah untuk dapat menggunakan metode bercerita
ini. Dalam bercerita seorang guru harus menerapkan beberapa hal, agar apa yang
dipesankan dalam cerita itu dapat sampai kepada anak didik. Beberapa hal yang
dapat digunakan untuk memilih cerita dengan fokus moral, diantaranya:a. Pilih
cerita yang mengandung nilai baik dan buruk yang jelasb. Pastikan bahwa nilai
baik dan buruk itu berada pada batas jangkauan kehidupan anakc. Hindari cerita
yang “memeras” perasaan anak, menakut-nakuti secara fisik (Tadzkiroatun Musfiroh,
2005 : 27-28).Dalam bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga
untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak.
Alat peraga yang dapat digunakan antara lain, boneka, tanaman, benda-benda
tiruan, dan lain-lain. Selain itu guru juga bisa memanfaatkan kemampuan olah
vokal yang dimiliknya untuk membuat cerita itu lebih hidup, sehingga lebih
menarik perhatian siswa. Adapun teknik-teknik bercerita yang dapat dilakukan
diantaranya :a. membaca langsung dari buku cerita atau dongengb. Menggunakan
ilustrasi dari bukuc. Menggunakan papan flaneld. Menggunakan media bonekae.
Menggunakan media audio visualf. Anak bermain beran atau sosiodrama. (Dwi
Siswoyo dkk, 2005 : 87). Strategi atau cara yang dapat digunakan ketika guru memilih
metode bercerita sebagai salah satu metode yang digunakan dalam penanaman nilai
moral adalah dengan membagi anak menjadi beberapa kelompok, misalnya dalam satu
kelas dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok. Anak-anak yang mengikuti kegiatan
bercerita duduk dilantai mengelilingi guru yang duduk di kursi kecil di
kelilingi oleh mereka. Anak-anak yang duduk di lantai akan mendengarkan cerita
yang disampaikan oleh guru. Sedangkan tiga kelompok yang lain duduk pada kursi
meja yang lain dengan kegiatan yang berbeda-beda, misalnya ada yang menggambar,
melakukan kegiatan melipat kertas, sedangkan kelompok yang keempat membentuk
plastisin. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita pada gilirannya akan
mengikuti kegiatan menggambar, melipat kertas, membentuk plastisin. Melalui
cara ini masing-masing anak akan mendapatkan kegiatan atau pengalaman belajar
yang sama secara bergantian.
b. Bernyanyi
Pendekatan penerapan metode bernyanyi adalah suatu pendekatan pembelajaran
secara nyata yang mampu membuat anak senang dan bergembira. Anak diarahkan pada
situasi dan kondisi psikis untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati
keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada, serta ritmik yang
menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Pesan-pesan
pendidikan berupa nilai dan moral yang dikenalkan kepada anak tentunya tidak
mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat disamakan
dengan orang dewasa. Anak merupakan pribadi yang memiliki keunikan tersendiri.
Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam menentukan sikap dan perilakunya
juga masih jauh dibandingkan dengan orang dewasa. Anak tidak cocok hanya
dikenalkan tentang nilai dan moral melalui ceramah atau tanya jawab saja. Oleh
karena itu bernyanyi merupakan salah satu metode penamanan nilai moral yang
tepat untuk diberikan kepada anak usia dini.Bernyanyi jika digunakan sebagai
salah satu metode dalam penanaman moral dapat dilakukan melalui penyisipan
makna pada syair atau kalimat-kalimat yang ada dalam lagu tersebut. Lagu yang
baik untuk kalangan anak TK harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:a.
Syair/kalimatnya tidak terlalu panjangb. Mudah dihafal oleh anakc. Ada misi
pendidikand. Sesuai dengan karakter dan dunia anake. Nada yang diajarkan mudah
dikuasai anak (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.28)
c. Bersajak
Sajak diartikan sebagai persesuaian bunyi suku kata dalam syair, pantun,
dan sebagainya terutama pada bagian akhir suku kata (Poerwadarminta, 2007:
1008). Pendekatan pembelajaran melalui kegiatan membaca sajak merupakan salah
satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia pada diri
anak. Secara psikologis anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan dorongan rasa
ingin tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan ingin melakukan sesuatu yang
belum pernah dialami atau dilakukannya.Melalui metode sajak guru bisa
menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Sajak ini merupakan metode yang juga
membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia. Melalui sajak anak dapat
dibawa ke dalam suasana indah, halus, dan menghargai arti sebuah seni.
Disamping itu anak juga bisa dibawa untuk menghargai makna dari untaian kalimat
yang ada dalam sajak itu. Secara nilai moral, melalui sajak anak akan memiliki
kemampuan untuk menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk mengungkap
sesuatu melalui sajak sederhana (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.29)
d. Karya wisata
Karya wisata merupakan salah satu metode pengajaran di TK dimana anak
mengamati secara langsung dunia sesuai dengan kenyataan yang ada, misalnya
hewan, manusia, tumbuhan dan benda lainnya. Dengan karya wisata anak akan
mendapatkan ilmu dari pengalamannya sendiri dan sekaligus anak dapat
menggeneralisasi berdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Berkaryawisata mempunyai
arti penting bagi perkembangan anak karena dapat membangkitkan minat anak pada
sesuatu hal, dan memperluas perolehan informasi. Metode ini juga dapat
memperluas lingkup program kegiatan belajar anak Taman Kanak-kanak yang tidak
mungkin dapat dihadirkan di kelas.Melalui metode karya wisata ada beberapa
manfaat yang dapat diperoleh anak. Pertama, bagi anak karya wisata dapat
dipergunakan untuk merangsang minat mereka terhadap sesuatu, memperluas
informasi yang telah diperoleh di kelas, memberikan pengalaman mengenai
kenyataan yang ada, dan dapat menambah wawasan anak. Informasi-informasi yang
didapatkan anak melalui karya wiasata dapat pula dijadikan sebagai batu
loncatan untuk melakukan kegiatan yang lain dalam proses pembelajaran.Kedua,
karya wisata dapat menumbuhkan minat tentang sesuatu hal, seperti untuk
mengembangkan minat tentang dunia hewan maka anak dapat dibawa ke kebun
binatang. Mereka mendapat kesempatan untuk mengamati tingkah laku binatang.
Minat tersebut menimbulkan dorongan untuk memperoleh informasi lebih lanjut
seperti tentang kehidupannya, asalnya, makannya, cara berkembang biaknya, cara
mengasuh anaknya, dan lain-lain.Ketiga, karya wisata kaya akan nilai
pendidikan, karena itu melalui kegiatan ini dapat meningkatkan pengembangan kemampuan
sosial, sikap, dan nilai-nilai kemasyarakatan pada anak. Apabila dirancang
dengan baik kegiatan karya wisata dapat membantu mengembangkan aspek
perkembangan sosial anak, misalnya kemampuan dalam menggalang kerja sama dalam
kegiatan kelompok.Keempat, karya wisata dapat juga mengembangkan nilai-nilai
kemasyarakatan, seperti: sikap mencintai lingkungan kehidupan manusia, hewan,
tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Karya wisata membantu anak memperoleh
pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan bermacam perkerjaan, kegiatan
yang menghasilkan suatu karya atau jasa. Metode karya wisata bertujuan untuk
mengembangkan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak yang sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya pengembangan aspek kognitif, bahasa, kreativitas, emosi,
kehidupan bermasyarakat, dan penghargaan pada karya atau jasa orang lain.
Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai
dengan pengembangan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak. Tema yang sesuai
adalah tema: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir, dan
pegunungan.Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman
nilai moral pada anak usia dini menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah
indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam
perilaku.
a. Indoktrinasi
Dalam kepustakaan modern, pendekatan ini sudah banyak menuai kritik dari
para pakar pendidikan. Akan tetapi pendekatan ini masih dapat digunakan.
Menurut Alfi Kohn, dalam Dwi Siswoyo (2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu
anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan
nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi guru dan siswa.Dalam
pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang
dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak. Aturan mana yang boleh
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan disampaiakan secara tegas, terus
menerus dan konsisten. Jika anak melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi
bukan berupa kekerasan.
b. Klarifikasi Nilai
Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara langsung menyampaikan
kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi siswa diberi kesempatan
untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak
diajak untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar atau buruk. Dalam
pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu moral.Pertanyaan yang
muncul, apakah pendekatan ini dapat digunakan untuk anak TK? Ternyata
jawabannya dapat, karena anak TK yang berumur 6 tahun berada dalam masa
transisi ke arah perkembangan moral yang lebih tinggi, sehingga mereka perlu
dilatih untuk melakukan penalaran dan keterampilan bertindak secara moral
sesuai dengan pilihan-pilihannya (Dwi Siswoyo (2005:76).
c. Teladan atau Contoh
Anak TK mempunyai kemampuan yang menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu
seorang guru hendaknya dapat dijadikan teladan atau contoh dalam bidang moral.
Baik kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan
kemudian diikuti oleh anak. Figur seorang guru sangat penting utuk pengembangan
moral anak. Artinya nilai-nilai yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada
anak seyogyanya sudah mendarah daging terlebih dahulu pada gurunya. Menurut
Cheppy Hari Cahyono (1995 : 364-370) guru moral yang ideal adalah mereka yang
dapat menempatkan dirinya sebagai fasilitator, pemimpin, orang tua dan bahkan
tempat menyandarkan kepercayaan, serta membantu orang lain dalam melakukan
refleksi.Dalam pendekatan ini profil ideal guru menduduki tempat yang sentral
dalam pendidikan moral. Banyak para ahli yang berpendapat dalam hal ini,
diantaranya Durkheim, John Wilson dan Kohlberg. Durkheim, misalnya ia
berpendapat bahwa belajar adalah satu proses sosial yang berkaitan dengan upaya
mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga mereka dapat tumbuh selaras
dengan posisi, kadar intelektualitas, dan kondisi moral yang diharapkan oleh
lingkungan sosialnya (Dwi Siswoyo, 2005:76). Sementara, Kohlberg berpendapat
bahwa tugas utama guru adalah memberi kontribusi terhadap proses perkembangan
moral anak. Tugas guru disini adalah mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam berpikir, mempertimbangkan dan mengambil keputusan.
d. Pembiasaan dalam Perilaku
Kurikulum yang berlaku di TK terkait dengan penanaman moral, lebih banyak
dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran.
Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa
sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman, merapikan mainan
setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini
hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi
peringatan.Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral
menurut W. Huitt (2004) diantaranya adalah inculcation, moral development,
analysis, klarifikasi nilai, dan action learning.
e. Inculcation
Pendekatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan nilai tertentu kepada
siswa serta untuk mengubah nilai-nilai dari para siswa yang mereka refleksikan
sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Metode yang dapat digunakan dalam
pendekatan ini diantaranya modeling, penguatan positif atau negatif, alternatif
permainan, game dan simulasi, serta role playing.
f.
Moral development
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa mengembangkan pola-pola
penalaran yang lebih kompleks berdasarkan seperangkat nilai yang lebih tinggi,
serta untuk mendorong siswa mendiskusikan alasan-alasan pilihan dan posisi
nilai mereka, tidak hanya berbagi dengan lainnya, akan tetapi untuk membantu
perubahan dalam tahap-tahap penalaran moral siswa. Metode yang dapat digunakan
diantaranya episode dilema moral dengan diskusi kelompok kecil.
g. Analysis
Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menggunakan pikiran logis dan
penelitian ilmiah untuk memutuskan masalah dan pertanyaan nilai, untuk membantu
siswa menggunakan pikiran rasional, proses-proses analitik, dalam menghubungkan
dan mengkonseptualisasikan nilai-nilai mereka, serta untuk membantu siswa
menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan
personal, nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode yang dapat digunakan
dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional terstruktur yang menuntut
aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian prinsip-prinsip,
penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.
h. Klarifikasi nilai
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa menjadi sadar dan
mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka miliki dan juga yang dimiliki oleh
orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan secara terbuka dan jujur dengan
orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan membantu siswa menggunakan pikiran
rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai
dan pola berikutnya. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini antara
lain, role playing games, simulasi, menyusun atau menciptakan situasi-situasi
nyata atau riil yang bermuatan nilai, latihan analisis diri (self analysis)
secara mendalam, aktivitas melatih kepekaan (sensitivity), aktivitas di luar
kelas serta diskusi kelompok kecil.
i.
Action learning
Tujuan dari pendekatan ini adalah memberi peluang kepada siswa agar
bertidak secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada nilai-nilai mereka,
mendorong siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai makhluk yang tidak
secara otonom interaktif dalam hubungan sosial personal, tetapi anggota suatu
sistem sosial. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah
metode-metode didaftar atau diurutkan untuk analisis dan klarifikasi nilai,
proyek-proyek di dalam sekolah dan praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis
dalam pengorganisasian kelompok dan hubungan antar pribadi
Sedangkan
menurut kamus bahasa Inggris arti pendekatan adalah jalan untuk melakukan
sesuatu (John M. Echols, 2002: 35).Dari dua arti tersebut dapat dipahami bahwa
pendekatan setidaknya mengandung unsur sebagai suatu kegiatan yang meliputi:
proses perjalanan waktu, upaya untuk mencapai sesuatu, dan dapat pula memiliki
ciri sebagai sebuah jalan untuk melakukan sesuatu.Terkait dengan hal tersebut
di atas, tepat kiranya sebagai pendidik ataupun orang tua memahami bahwa untuk
menyampaikan sesuatu pesan pendidikan diperlukan pemahaman tentang bagaimana
agar pesan itu dapat sampai dengan baik dan diterima dengan sempurna oleh anak
didik. Untuk mencapai ketersampaian pesan kepada anak didik tentunya seorang
pendidik atau orang tua harus memiliki atau pun memilih keterampilan untuk
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan pola pikir dan perkembangan psikologi
anak. Ketepatan atau kesesuaian memilih pendekatan akan berpengaruh terhadap
keberhasilan dalam penanaman nilai moral untuk anak usia dini.Sementara metode
memiliki sedikit arti yang berbeda dengan pendekatan. Metode secara etimologi
berasal dari bahasa Yunani metha dan hodos. Metha berarti di balik atau di
belakang, sedangkan hodos berarti jalan. Jadi methahodos berarti disebalik
jalan (Dwi Siswoyo dkk, 2005 : 82).
Setiap tindakan guru atau orang tua dalam
melakukan suatu kegiatan pendidikan, dilandasi oleh keputusan profesional yang
diambil berdasarkan informasi dan pengetahuan yang sekurang-kurangnya meliputi
3 hal, yaitu apa yang diketahui tentang proses belajar dan perkembangan anak,
apa yang diketahui tentang kekuatan, minat dan kebutuhan setiap individu anak
di dalam kelompoknya, serta pengetahuan tentang konteks sosial kultural di mana
anak hidup. Hal yang perlu
menjadi bahan pemahaman para guru dan orang tua dalam rangka menentukan
pendekatan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar adalah pengetahuan
tentang teknik membentuk tingkah laku anak. Teknik-teknik itu meliputi teknik
memahami, mengabaikan, mengalihkan perhatian, keteladanan, hadiah, perjanjian,
membentuk, merubah lingkungan rumah, memuji, mengajak, menantang, menggunakan
akibat yang wajar dan alamiah, sugesti, meminta, peringatan atau isyarat,
kerutinan dan kebiasaan, menghadapkan suatu problem, memecahkan perselisihan,
menentukan batas-batas aturan, menimpakan hukum, penentuan waktu dan jumlah
hukuman, serta menggunakan pengendalian secara fisik.
Pemilihan
pendekatan yang dilakukan pendidik atau guru semestinya dilandasi alasan yang
kuat dan faktor-faktor pendukungnya seperti karakteristik tujuan kegiatan dan
karakteristik anak yang diajar. Karakteristik tujuan adalah pengambangan kognitif,
pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan
motorik, dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan perilaku. Untuk
mengembangkan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang
memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nilai-nilai
agama dan moralitas agar anak dapat menjalani kehidupan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat.Selain penentuan pendekatan berdasarkan tujuan
kegiatan, karakteristik anak juga ikut menentukan metode yang digunakan dalam
penanaman nilai moral. Anak Taman Kanak-kanak merupakan anak yang memiliki
karakteristik suka bergerak (tidak suka diam), mempunyai rasa ingin tahu
(curiosity) yang tinggi, senang bereksperimen dan menguji, mampu
mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi, dan senang berbicara.
Anak memerlukan dan menunntut untuk bergerak yang melibatkan koordinasi otot
kasar. Anak juga memerlukan kesempatan untuk menggunakan tenaga sepenuhnya saat
melakaukan kegiatan. Oleh karena itu diperlukan ruang yang luas serta sarana
dan prasarana (peralatan) yang memadai.Setiap guru akan menggunakan metode
sesuai dengan gaya melaksanakan kegiatan. Tetapi yang harus diingat bahwa Taman
Kanak-kanak memiliki cara yang khas.
b.
Pembelajaran dengan media nyata (CTL)
Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan
dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi
siswa adalah strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) yang selanjutnya disebut CTL. Strategi CTL fokus pada siswa
sebagai pembelajar yang aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang
peluang-peluang belajar bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan
akademik mereka untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata yang kompleks.
Kenyataan
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara materi
yang mereka pelajari dengan pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Pemahaman
konsep akademik yang dimiliki siswa hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak,
belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan siswa. Pembelajaran secara
konvensional yang diterima siswa hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari
sekian macam topik, tetapi belum diikuti dengan pengertian dan pemahaman yang
mendalam yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru
dalam kehidupannya.
Terkait dengan CTL ini, para ahli menyebutnya dengan
istilah yang berbeda-beda, seperti: pendekatan pembelajaran kontekstual,
strategi pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran kontekstual. Apapun
istilah yang digunakan para ahli tersebut, pada dasarnya kontekstual berasal
dari bahasa Inggris “contextual” yang berarti sesuatu yang berhubungan
dengan konteks. Oleh sebab itu pembelajaran kontekstual merupakan konsep
pembelajaran yang mana guru menggunakan pengalaman siswa yang pernah dilihat
atau dilakukan dalam kehidupannya sebagai sumber belajar pendukung.
Pembelajaran dapat mendorong siswa membuat hubungan antara materi yang
dipelajari, pengalaman yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Landasan filosofis CTL adalah
konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan
dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam
kehidupannya. Pendekatan ini selaras dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi yang
diberlakukan saat ini dan secara operasional tertuang pada KTSP. Kehadiran
kurikulum berbasis kompetensi juga dilandasi oleh pemikiran bahwa berbagai
kompetensi akan terbangun secara mantap dan maksimal apabila pembelajaran
dilakukan secara kontekstual.
Karakteristik Pembelajaran
Kontekstual :
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai
karakteristik sebagai berikut.
a.
Pembelajaran dilaksanakan dalam
konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian
keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan
dalam lingkungan yang alamiah.
b.
Pembelajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
c.
Pembelajaran
dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
d.
Pembelajaran
dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.
e.
Pembelajaran
memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan
saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam.
f.
Pembelajaran
dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
g.
Pembelajaran
dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana karakteristik
pembelajaran kontekstual dapat dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu:
kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran
terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan
teman, siswa kritis dan guru kreatif.
Implementasi Pembelajaran Kontekstual di Kelas :
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama. Kelas
dikatakan menerapkan CTL jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Secara garis besar langkah-langkah penerapatan CTL dalam kelas
sebagai berikut :
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk
semua topik
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d. Ciptakan masyaraka belajar (belajar dalam kelompok)
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f.
Lakukan
refleksi di akhir pertemuan
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai
cara Untuk lebih jelasnya uraian setiap komponen utama CTL
dan penerapannya dalam pembelajaran adalah sebagai berikut sebagai berikut:
a.
Kontruktivisme (Constructivism)
Komponen ini merupakan landasan
berfikir pendekatan CTL. Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya
pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan
terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah
serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan, melainkan harus
dkonstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata.
Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru
adalah sebagai berikut.
a. Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil
pembelajaran.
b. Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan
nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.
c. Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan
idenya sendiri
d. Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan
strateginya sendiri dalam belajar.
e. Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
f.
Pengalaman
siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan
pengalaman baru.
g. Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun
dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang
sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
b.
Bertanya (Questioning)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL.
Bertanya dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa
mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh
informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada
sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu
bermula dari bertanya.
c.
Menemukan (Inquiry)
Komponen menemukan merupakan
kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena,
dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang
diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil
menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
d.
Masyarakat
belajar (learning community)
Komponen ini menyarankan bahwa
hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil
belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antarkelompok, dan
antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.
Karena itu pembelajaran yang dikemas dalam diskusi kelompok dengan anggota
heterogen dan jumlah yang bervariasi sangat mendukung komponen learning
community.
e.
Pemodelan (modelling)
Komponen pendekatan CTL ini
menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti
dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa
pemberian contoh, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil
karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan
lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan
kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
f.
Refleksi (reflection)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari
pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan
yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari,
menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi
dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa
akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan
atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran
semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap
pengetahuan-pengetahuan baru.
g.
Penilaian autentik (authentic assessment)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan
kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran
perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa
memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian
autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data
yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung,
bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.
Pengertian Pembelajaran Kontekstual CTL / Contextual
Teaching and Learning
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan
suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke
permasalahan/ konteks lainnya.
CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia
nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai
salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis
kompetensi.
Dengan lima strategi pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing,
applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai
kompetensi secara maksimal. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu
siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
ber-sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu
yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah
peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme
(constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment). Langkah-langkah CTL CTL dapat diterapkan dalam
kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaannya.
Pendekatan CTL
dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar,langkah-langkah yang harus ditempuh
dalam CTL adalah sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa siswa
akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa
dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar.
e. Hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran.
f.
Lakukan refleksi di
akhir pertemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya
(authentic assessment) dengan berbagai cara.
Karakteristik Pembelajaran CTL
a. Kerjasama.
b. Saling menunjang.
c. Menyenangkan, tidak membosankan.
d. Belajar dengan bergairah.
e. Pembelajaran terintegrasi.
f.
Menggunakan berbagai
sumber.
g. Siswa aktif.
h. Sharing dengan teman.
i.
Siswa kritis guru kreatif.
j.
Dinding dan
lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor
dan lain-lain.
k. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa,
laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik
yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media
untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, lang-kah-langkah
pembelajaran, dan authentic assessment-nya. Dalam konteks itu, program yang
dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya
bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara
program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual.
Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang
akan dicapai (je-las dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran
kontekstual le-bih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Beberapa komponen utama dalam pembelajaran Kontekstual
menurut Johnson (2000: 65), yang dapat di uraikan sebagai berikut:
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan
pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran
akademik, ilmu pengetahuan alam. Atau sejarah dengan pengalamannya mereka
sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar.
Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar
menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL.
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works) Model
pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan di
dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan
materi pelajaran dengan kehidupan siswa
c. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning) Pembelajaran yang
diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri, melibatkan kegiatan
menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang
berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi kebebasan
kepada siswa menggunakan gaya belajarnya sendiri.
d. Bekerjasama (collaborating) Siswa
dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok,
membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e. Berpikir kritis dan kreatif
(critical dan creative thinking) Pembelajaran kontekstual membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, nerpikir kritis dan berpikir
kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan
sistematis dalam menilai, memecahkan masalah menarik keputusan, memberi
keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah
suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam
mengembangkan sesuatu.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual) Dalam
pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan kemampuan-kemampuan
intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas
pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dsb. Guru
dalam pembelajaran kontekstual juga berperan sebagai konselor, dan mentor.
Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan siswa harus sesuai dengan minat,
kebutuhan dan kemampuannya.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards) Pembelajaran
kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai keunggulan
(excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan sia dibantu oleh
gurunya dalam menemukan potensi dan kekuatannya. 8. Menggunakan Penilaian yang
otentik (using authentic assessment) Penilaian autentik menantang para siswa
untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata
untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik merupakan antitesis dari ujian
stanar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan
kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.
c.
Desain pendekatan pembelajaran dalam menumbuhkan pengalaman belajar yang
menyenagkan
Penyusunan desain
pembelajaran nilai-nilai keagamaan ini harus mempertimbangkan berbagai hal
diantaranya:
a.
kesesuaian tingkat perkembangan dan kebutuhan
anak
b.
mengacu pada
kurikulum berbasis kompetensi
c.
berorientasi
pada anak
d.
menggunakan
langkah-langkah kegiatan standar dan mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang
nyata/riil (authenthic assessment).
Hal-hal yang
harus tercantum dalam format pembelajaran nilai-nilai keagamaan adalah:
a.
tema
b.
subtema
c.
kelas/semester
d.
kompetensi
dasar
e.
hasil belajar
f.
indicator
g.
metode/teknik,
h.
KBM
i.
media pendukung
j.
target kompetensi dan
Penilaian itu
menekankan pada proses pembelajaran. Oleh sebab itu, data yang dikumpulkan
harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan anak pada saat melakukan
proses pembelajaran. Karakteristik penilaian yang ideal adalah dilaksanakan
selama dan sesudah pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif
performasi, berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed
back.
Untuk
menjaring data hasil belajar, Anda dapat menggunakan hal-hal yang bisa
memberikan masukan penilaian prestasi anak seperti:
a.
hasil dari kegiatan/ proyek
b.
pekerjaan rumah
c.
karya wisata
d.
penampilan
anak
e.
demonstrasi
dan
f.
catatan
observasi.
Instrumen
yang dapat Anda digunakan untuk penilaian di Taman Kanak-kanak dengan
memperhatikan sifat dan karakteristiknya adalah hasil kerja anak (portofolio)
yang meliputi hasil karya, hasil penugasan, kinerja anak, tes tertulis, dan
format observasi.
Alat
penilaian yang digunakan untuk menilai bidang pengembangan nilai-nilai agama
adalah sebagai berikut:
a.
pengamatan (observasi)
b.
pencatatan anekdot (anecdotal record)
c.
penugasan
melalui tes perbuatan
d.
pertanyaan
lisan dan menceritakan kembali.
Hal-hal yang
dapat dicatat guru sebagai bahan penilaian adalah: anak-anak yang belum dapat
menyelesaikan tugas dan anak-anak yang dapat menyelesaikan tugas dengan cepat,
kebiasaan/perilaku anak yang belum sesuai dengan yang diharapkan dan
kejadian-kejadian penting yang terjadi pada hari penulisan pelaporan hasil
penilaian pada laporan perkembangan anak. Sebelum uraian (deskripsi), terlebih
dahulu dilaporkan perkembangan anak secara umum untuk tiap-tiap program
pengembangan. Untuk laporan secara lisan dapat dilaksanakan dengan bertatap
muka dan mengadakan hubungan atau informasi timbal balik antara pihak TK dan
orang tua/wali dari si anak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Inovasi pendekatan pembelajaran termasuk dalam
mengembangkan nilai-nilai agama anak di taman kanak-kanak, antara lain:
pengalaman belajar, belajar aktif, belajar proses. Upaya yang dapat dilakukan
olehorang tua dan guru berkaitan erat denganpembentukan prilaku manusia,sikap,
dan keyakinaan. Oleh sebab itu, di perlukan berbagai inovasi pengembangan yang
komprehensifsesuai dengan perkembangan dan kemampuananak didik. Inovasi itu
sangat dibutuhkan dalam pembelajaran apapun. Termasuk dalam pembelajaran moral
dan agam pada anak usia dini. Kita sebagai Guru AUD harus banyak berinovasi
dalam mengembangkan pembelajaran AUD. Dengan inovasi tersebut pembelajaran akan
menyenagkan.
Selain inovasi
yang harus diperhatikan pendekatan juga harus diperhatikan dalam pembelajaran
AUD. Seperti Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah strategi
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang
selanjutnya disebut CTL. Strategi CTL fokus pada siswa sebagai pembelajar yang
aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang peluang-peluang belajar bagi
mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan akademik mereka untuk memecahkan
masalah-masalah kehidupan nyata yang kompleks.
Kenyataan menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara materi yang mereka
pelajari dengan pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Pemahaman konsep akademik
yang dimiliki siswa hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh
kebutuhan praktis kehidupan siswa. Pembelajaran secara konvensional yang
diterima siswa hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian macam topik,
tetapi belum diikuti dengan pengertian dan pemahaman yang mendalam yang bisa
diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
Selain itu diseai dalam pendekatan harus diperhatikan juga. Sehingga
pembelajaran di PAUD, menjadi menyenagkan dan tidak membosankan bagi anak tau
gurunya.
B.
Saran
Dengan membaca makalah ini kita bisa menambanh
pengetahuan dan pemahaman tentang prinsip-prinsip inovasi untuk mengembangkan
nilai-nilai agama anak TK dan mavam-macam pendekatan pengembangan nilai-nilai
moral dan agama. Kita harus bisa berinovasi dalam pembelajaran maupun desain
pendekatan, juga harus memperhatikan pendekatan yang cocok untuk anak usia dini
dala pembelajarannya.
The King Casino | Review of Casino | RTP - Joker
BalasHapusThe king casino review - everything you need www.jtmhub.com to septcasino know about this popular casino. It's all about https://jancasino.com/review/merit-casino/ quality and quantity. poormansguidetocasinogambling.com