PENGANTAR
PENDIDIKAN
A. Permasalahan
pendidikan
A.
Masalah
Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan
pendidikan adalah persoalan bagaimana system pendidikan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan itu menjadi wahan bagi pembangunan sumber daya manusia
untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan
pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah
yang tidak dapat ditampung didalam sistem atau lembaga pendidikan karena
kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air
kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan di dalam Undang-Undang No.4
tahun 1950 sebagai dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI,
pasal 17 berbunyi:
“Tiap-tiap
warga Negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untu diterima menjadi
murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan
pengajaran pada sekolah itu dipenuhi”.
Masalah pemerataan memperoleh
dipandanga penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan
belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca,
menulis, berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan
melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik mereka
sebagai produsen atau konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan
menjadi penghambat derap pembangunan.
Pada jejnjang pendidikan
dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan
atas pertimbangan factor kuantitatif, karena pada seluruh warga Negara perlu
diberikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan tinggi, kebijakan
pemerataan didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat
dan kemampuan anak, keperluan tenaga kerja, dan keperluan pengembangan
masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan teknologi. Agar tercapai keseimbangan antara
factor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan , perlu diadakan
penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan keahlian
dan persyaratan yang dibutuhkan dalam pembangunan, utamanya bagi bidang-bidang
yang baru dan langka.
Usaha pemerataan
pendidikan melalui jalur pendidikan luar sekaolah didukung oleh faktor
perkembangan iptek yang menawarkan berbagai macam alternative, dan diantutnya
konsep pendidikan sepanjang hidup yang tidak membatasi pendidikan hanya pada
usia tertentu dan tidak terbatas hanya pada penyediaan sekolah.
B.
Masalah
Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan
dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang
diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan system
sertifikasi. Selanjutnya jiaka luaran itu terjun kelapangan serta penilaian dilakukan
oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan system tes untuk kerja.
Sesudah itu masih dilakukan penelitian / pemagangan bagi calon untuk
penyesuaian dengan tuntuan persyaratan kerja di lapangan.
Mutu pendidikan pada
akhirnya dilihat pada kualitas keluarnya. Jika keluaran itu mewujudkan diri
sebagai manusia-manisia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun
lingkungannya. Meskipun disadari bahwa produk dengan cirri-ciri itu tidak
semata- mata hasil dari system pendidikan. Tetapi jika terhadap produk seperti
itu system pendidikan dianggap mempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi
persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu poduk tersebut tidak mudah. Jika
orang berbicara tentang mutu pendidikan, mumumnya hanya mengasosiasikan dengan
hasil belajar yang dikenal dengan EBtanas, UMPTN dan itu dipandang sebagai
gambaran tentang hasil pendidikan.
Hasil belajar yang
bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses
belajar tidak optimal sangat sult diharapkan terjadi hasil belajar yang
bermutu. Jika terjadi belajar yang tidak optimal menghasilkan skor hasil ujian
yang baik maka hamper dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah
semu.
Pokok permasalahn
pendidikan terletak pada proses pendidikan. Kelancaran proses pendidikan
ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga
kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, bahkan masyarakat sekitar.
Seberapa besar dukungan tersebut diberikan oleh komponen pendidikan, sangat tergantung
kepada kualitas komponen dan kerjasamanya serta mobilitas komponen yang
mengarah kepada pencapaian tujuan.
Masalah mutu pendidikan
juga mencakup masalh pemerataan mutu. Umumnya kondisi mutu pendidikan diseluruh
tanah air menunjukkan bahwa didaerah pedesaan utamanya di daerah terpencil
lebih rendah dari pada di daerah perkotaan.
C.
Masalah
Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi
pendidikan mencakup sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan liaran
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalh-masalah seperti yang
digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan
diharapkan dapat mengisi semuasektor pembangunan yang beranekaragam. Baik dari
segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika system pendidikan menghasilkan
luaran yang dapt mengisi semua dektor pembangunan baik yang actual(yang
tersedia)maupun yang potensia dengan memenuhi criteria yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja, maka relkevansi pendidikan dianggap tinggi.
Pemecahan masalah
1.
Pemerataan
pendidikan
Banyak macam pemecahan
masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerinyah untuk meningkatkan
pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-
langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
1)
Cara
konfensional anatara lain:
a.
Membangun
gedung sekolah deperti SD inpres dan atau ruang belajar.
b.
Menggunakan
gedung sekolah untuk double shift (system bergantian pagi dan sore)
Sehubungan
dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah
membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat/ keluarga yang kurang mampu agar
mau pmenyekolahkan anaknya.
2)
Cara
inovatif antara lain:
a.
System
pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru)
b.
SD kecil
pada daerah terpencil
c.
System
guru kunjung
d.
SMP
terbuka
e.
Kejar paket
A dan B
f.
Belajar
jarak jauh, seperti universitas terbuka
2.
Mutu
pendidikan
Pemecahan masalah mutu
pendidikan berdasarkan pada perbaikan kualitas komponen pendidikan (utamanya
komponen masukan mentah untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, dan komponen
masukan instrumental) serta mobilitas komponen- komponen tersebut. Upaya
tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualits proses
pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, yang akhirnya dapat
meningkatkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah
mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan
perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut:
a.
Seleksi
yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTP dan PT.
b.
Pengembangan
kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut misalnya berupa pelatihan,
penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-
laian.
c.
Penyempurnaan
kurikulum, misalnya dengan member materi yang lebih esensial dan mengandung
muatan local, metode yang menantang dan menggairahkan belajar, melaksanakan
evaliasi yang bercuan PAP.
d.
Pengembangan prasarana yang menciptakan
lingkungan yang tentram untuk belajar.
e.
Penyempurnaan
sarana belajar seperti buku paket, medi pembelajaran, dan peralatan
laboratorium.
f.
Peningkatan
adminstrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran.
g.
Kegiatan
pengendalian mutu yang berupa kegiatan-kegiatan:
1.
Laporan
penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan
2.
Supervise
dan monitoring pendidikan oleh penilik dan pengawas
3.
System
ujian nasional/Eptanas,Sipenmaru/UMPTN.
4.
Akreditasi
terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga.
3.
Relevansi
pendidikan
Sebenarnya criteria
relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan
kondisi system pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada
antara lain sebagai berikut:
a.
Status
lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
b.
System
pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap
kembang.
c.
Peta
kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai
pedoman oleh lembaga- lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak
tersedia.
Umumnya luaran yang
diproduksi oleh system pendidikan (lembaga yang menyiapkan tenaga kerja)
jumlahnya secar komulatif lebih besar dari pada yang dibutuhkan di lapangan.
Sebaliknya ada jenis-jenis tenaga kerja yang dibutuhkan di lapangan kurang di
produksi atau bahkan tidak diproduksi. Maka tenaga kerja yang disiapkan yang
dibutuhkan dilapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar